Sunday, April 24, 2011

Menjawab Kerancuan Hukum Alkohol (C2H5OH)

Alkohol (C2H5OH) memiliki rumus umum ─ROH dan dicirikan dengan hadirnya gugus hidroksil ─OH. Kalau berbicara tentang  alkohol haram”, tentunya harus dijelaskan berdasarkan bukti-bukti yang ada,  baik itu ditinjau dari segi sains, dalil aqli ataupun naqlinya. Bila  alkohol dihukumi halal dan suci, mengapa bila dicampur dengan minuman dengan kadar tertentu (agak banyak) bisa mengakibatkan mabuk pada peminumnya sehingga dihukumi haram dan najis? Sedangkan bila alkohol dihukumi haram dan najis, bagaimana kita bisa hidup? Sebab sebagian kebutuhan hidup manusia itu memerlukan alkohol.

Bila ditinjau dari segi sains, berdasarkan sifat kimianya gugus ─OH  pada alkohol mudah sekali berikatan dengan  oksigen dalam darah ataupun air dalam tubuh. Bisa dibayangkan bagaimana  kalau tubuh kekurangan oksigen?  Sedangkan oksigen yang seharusnya ditransfer darah ke organ-organ tubuh yang memerlukannya, terutama otak tetapi  karena adanya alkohol dalam nutrisi yang masuk ke dalam tubuh, maka oksigen yang seharusnya menjadi bagiannya berkurang. Akibatnya fungsi otak menjadi terganggu  bahkan pada dosis tertentu akan merusak fungsi otak.. Sedangkan penggunaan alkohol (sebagai zat aditif) adalah kritis secara terus-menerus terhadap jantung. Hal ini diawali dengan berdebarnya detak jantung dan sampai pada tahapan berikutnya, penurunan stamina tubuh pada kerja pompa darah, kemudian pembengkakan jantung, munculnya disfungsi jantung. Dari pernyataan tersebut, alkohol dapat digolongkan sebagai materi (senyawa) yang berbahaya. Selanjutnya, bagaimana hukum menggunakan alkohol jika alkohol tergolong senyawa yang membahayakan, walaupun penggunaanya dalam jumlah yang sangat sedikit? Mengenai hal ini para ulama masih terjadi perbedaan pendapat.

Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/451   menjelaskan ﺃﻷﺼﻝ ﻓﯽ ﺍﻷ ﺷﻳﺎ ﺍﻠﻣﻀﺎ ﻫﻭ ﺍﻟﺘﺣﺮﻳﻢ yang artinya hukum asal benda yang berbahaya (mudharat) adalah haram. Maksud dari pernyataan tersebut berarti bahwa segala sesuatu materi (benda) yang berbahaya, selama tidak terdapat nash syar’i tertentu yang melarang, memerintah, atau membolehkan, maka hukumnya haram. Sebab syari’at telah mengharamkan terjadinya bahaya. Jadi apabila alkohol tergolong materi(senyawa) yang membahayakan, maka hukum alkohol adalah haram. Hujjah ini akan menjadi kuat apabila didukung dengan dalil yang kuat pula. Jika alkohol merupakan materi (senyawa) yang berbahaya, maka kita sudah dapat menarik illat dalam qiyas.” ”Illatnya adalah al-iskar, bukan ar-raaihah (aroma), bukan al-laun (warna), juga bukan ath-tha’mu (rasa). Tiga indikator itu hanya berlaku untuk benda najis, ketika kita membersihkan najis mutawassithah, maka yang harus hilang adalah warna, rasa dan aroma.

Pendapat lain mengatakan, alkohol yang sengaja dibuat oleh manusia itu hukumnya ada dua macam, ada yang memabukkan dan ada yang tidak memabukkan. Adapun yang memabukkan, hukumnya najis dan haram meminumnya. Pernyataan tersebut merujuk pada kitab al Majmu’ Syarah al Muhadzdzab Juz 2 halaman 564:
وَأمَّا النَّبِيْذُ فَقِسْمَانِ مُسْكِرٌ وَغَيْرُهُ: فَالمُسْكِرُ نَجِسٌ عِنْدَنَا وَعِنْدَ جُمْهُورِ العُلَمَاء وَشُرْبُهُ حَرَامٌ, وَلَهُ حُكْمُ الخَمْرِ فِى التَنْجِيْسِ وَالتَّحْرِيْمِ وَوُجُوبِ الحَدِّ.
Adapun Alkohol yang dihasilkan dari perasan buah itu  ada dua macam: memabukkan dan tidak memabukkan. Adapun yang memabukkan adalah najis menurut kami dan menurut jumhur ulama, dan meminumnya adalah haram. Dia mempunyai hukum arak dalam hal menajiskan dan mengharamkan serta kewajiban hukum had.

Alkohol itu memang ada yang halal dan suci seperti alkohol yang terdapat dalam air tape, buah apel, buah anggur dan lain sebagainya. Akan tetapi kalau air tape itu misalnya didiamkan beberapa hari sampai keadaannya dapat memabukkan jika diminum, maka menjadi tidak halal dan tidak suci. Jadi illat yang membuat alkohol haram dan tidak suci adalah sifatnya yang membahayakan. Anda tentu tahu bahwa air nira (legen) dari enau, siwalan, atau kelapa itu halal dan suci. Tetapi manakala nira tersebut telah berubah menjadi tuak, maka hukumnya haram dan najis. Dan jika tuak tersebut telah berubah dengan sendirinya menjadi cuka, maka hukumnya kembali menjadi halal dan suci.

Dalam kaidah fiqhiyah mengenai sucinya alkohol dijelaskan pula bahwa alkohol tidaklah haram. Pernyataan ini merujuk pada pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahullah dalam Fatawa Syaikh Utsaimin halaman 210 yaitu “tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya dzat khomr.” “Dan jika tidak ada dalil yang menunjukan demikian itu maka dzat khomr adalah suci karena (kaidah mengatakan) asal segala sesuatu adalah suci dan tidak setiap yang haram itu najis, sebagaimana racun itu haram namun tidak najis” .

Sumber:

Cinderella

 Cinderella adalah kisah seorang putri cantik yang dikurung oleh ibu tirinya agar tidak bertemu dengan orang lain hingga menjadi istri seora...