Sejak peluncuran novel pertama J.K. Rowling di tahun 1997 -- Harry Potter and the Sorcerer's Stone -- tak ada buku anak lainnya yang lebih populer atau mempunyai pengaruh lebih luas dibandingkan novel ini. Bagaimana kita menjelaskan besarnya daya tarik novel ini bagi anak-anak? Haruskah orangtua menyambut minat baca yang muncul dikalangan anak mereka atau justru merasa khawatir, seperti para kritikus, kalau novel ini mengajarkan ketertarikan akan sihir dan klenik?
Edmund M. Kern berpendapat bahwa anak-anak tidak hanya merasa tertarik dengan unsur fantastis dalam plot cerita, tetapi juga dengan pesan moral yang tersirat. Anak-anak ingin meniru Harry ketika ia menghadapi tantangan dalam dunia yang tak pasti karena hasratnya untuk melakukan hal yang tepat. Menurut Kern, sikap logis dan fleksibel Harry ketiak menghadapi kekuatan jahat mencerminkan kebajikan Stoic yang telah diperbaharui. Dia berpendapat bahwa prestasi besar Rowling dalam buku ini adalah kemampuannya menggabungkan kesenangan imajinatif dengan keseriusan moral. Di balik latar fantasi dan petualangan Harry, anak-anak dapat dengan cepat menyadari bahwa kisah Harry adalah cerminan fiktif akan keadaan membingungkan dan menggelisahkan di dunia nyata.
Kern juga memberi tahu orang dewasa tentang seberapa banyak yang bisa mereka dapatkan ketika mendiskusikan permainan moral yang dihadapi Harry dan karakter lainnya bersama anak mereka. Kern menggarisbawahi moral sentral dalam tiap buku; membahasa kritik-kritik umum terhadap buku itu: membahas kemampuan Rowling memadukan sejarah, legenda, dan mitos; serta mengajukan pertanyaan penting sebagai panduan bagi anak ketika membaca petualangan Harry.
Buku pedoman yang segar dan penuh pembahasan atas Harry Potter ini memberikan banyak informasi berguna bagi orangtua untuk mendiskusikan pengertian moral dalam serial novel populer Harry Potter dengan anak mereka.
Edmund M. Kern adalah profesor sejarah di Lawrence University di Appleton, Wisconsin.
Buku The Wisdom of Harry Potter ditujukan kepada orang dewasa yang anaknya tergila-gila dengan Harry Potter. Walaupun betiu, saya berharap target pembacanya akan meluas dan mencakup karangan lain--terutama remaja--yang sudah menunjukkan ketertarikan pada petualangan Harry. Buku ini membahas moralitas dalam buku karangan J.K. Rowling yang sangat terkenal, Harry Potter. Seperti yang diketahui banyak pembaca, beberapa pihak mengganggap novelnya mengandung nilai-nilai yang meresahkan. Misalnya, kritikus agama mengganggap penggambaran sihir di buku itu berkaitan dengan iblis dan bisa merusak keyakinan beragama. Sama halnya, beberapa kritikus sosial mengganggap novel ini memberi sumbangan terhadap konsumerisme dan menyuguhkan gambaran meragukan tentang politik, kelas sosial, etnis, serta hubungan jender. Saya menyuguhkan sebuah bacaan yang bertentangan dengan kedua kubu itu. Singkatnya, karya imajinasi liar Rowling menyuguhkan sistem moral Stoic yang telah diperbaharui, saat kebajikan utamanya adalah keteguhan kuno--jalan keluar untuk mengatasi kesulitan.
Proyek ini tidak ada hubungannya dengan penelitian saya sebagai sejarawan profesional yang mengambil spesialisasi di bidang sihir dan budaya agama antara tahun 1350 dan 1750. Walaupun awalnya terasa aneh, saya tertarik melihat hubungan antara Harry dan ketertarikan ilmiah mahasiswa dalam mata kuliah Agama, Sihir, dan Ilmu Gaib di Eropa Zaman Modern Awal di Lawrence University di Appl;eton, Winconsin. Buku ini lahir dari petanyaan murid-murid saya--dan orangtua mereka--yang ingi mengetahui pendapat saya tentang buku-buku Rowling dan pembicaraan mengenainya. Lalu, saya menulis sebuah artikel pendek untuk Laurence Today, majalah alumni universitas saya. Artikel tersebut menjelaskan kisah bukunya dan menegaskan bahwa buku ini mempunyai moralitas berkarakter dasar Stoic. Saya lalu mengembangkan pemikiran ini secara lebih dalam lewat sebuah esai berjudul "Harry Potter, Stoic Boy Wonder" yang diterbitkan di The Chronicle of Higher Education tanggal 16 November 2011. Di akhir bulan itu, saya menjadi pembicara tamu di Wisconsin Public Radio, menyuguhkan pendapat saya dan menjawab pertanyaan para penelpon dari penjuru negeri. Tanpa saya sadari, saya juga telah menjadi seorang yang tergila-gila dengan Harry Potter--seorang sejarawan awal abad 20 kini membahas fenomena abad 21.
Walaupun begitu, saya menemukan adanya pembenaran sejarah untuk kegilaan saya ini. Saya jadi lebih mahir mengapresiasi karya Rowling karena telah mengerti sejarah masa lalu. Karyanya merupakan contoh bagus tentang bagaimana tema dan topik sejarah dapat memberi masukan dalam sebuah cerita fiksi, walaupun berlatar kontemporer. Rowling menggunakan pengetahuannya tentang masa lalu dalam tiga bentuk:
(1) ia menggunakan sejarah untuk memberi wujud dan kebisaan dalam dunia sirihnya;
(2) ia menggunakan masa lalu karakternya untuk memberi sentuhan dramatis pada tiap kejadian; dan
(3) ia mengembankan sistem moral yang memperbaharui prinsip moral, yang masing-masing mempunyai sejarah yang kaya.
Dalam penafsiran saya tas moralitas Harry, saya membahas masing-masing karakteristik penggunaan masa lalu ini, tetapi lebih menitikberatkan pada poin ketiga.
Rowling mendeksripsikan praktik sihir yang memiliki dasar pada bukti sejarah, dan ia menggunakan makhluk mitologis serta legendaris secara bebas. Walaupun dulu ada banyak orang yang percaya dengan sihir dan fabel, Rowling menempatkan semua ini dalam wacana penuh khayalan dan mengambil latar dunia kontemporer saat ini untuk sebagian besar pembaca yang tidak memercayai hal itu. Saya meyakinkan para pembaca bahwa tidak ada yang berkaitan dengan iblis dalam penggambaran tentang sihir. Bahkan, dalam konteks ceritanya, ilmu sihir si penjahat tidak mempunyai kemiripan dengan deksripsi historis tentang pemanggilan roh jahat, walaupun motif, tindakan, dan ilmu sihirnya jelas-jelas jahat.
Rowling mempunyai sensibilitas sejarah yang tajam, yang juga ia tunjukkan dengan cara lain. Ia menciptakan masa kini yang merupakan hasil dari masa lalu. Karakternya mempunyai sejarah masa lalu menarik yang terus membentuk kehidupan mereka di masa kini. Mereka bisa merasakan pengaruh masa lalu dan, dengan mengingatnya, dengan sadar menghadapi masa depan.
Namun, yang lebih penting untuk didiskusikan adalah pengembangan Rowling atas sistem moral yang mempunyai akar sejarah dalam terhadap filosofi Stoic. Nasib membentuk kehidup Harry, tetapi responsnya persis seperti yang diungkapkan para filsuf kuno seperti Zeno, Marcus Aurelius, atau Seneca. Ia menentukan semua pilihan dan tindakannya. Ia menghadapi keadaa di luar kendalinya dengan ketetapan hati dan menerima bahwa ia harus menjaga dan mengeluarkan kebaikan intrinsiknya untuk bertindak atas kepentingan orang lain.
Kebajikan Harry Potter terlihat lewat pilihan yang dibuatnya ketika berhadapan dengan keadaan penuh masalah. Walaupun tidak bisa mengendalikan keadaan, ia bisa menentukan reaksi untuk menghadapinya. Ia tetap menunjukkan kebajikan walaupun diburu nasib. Dan buku ini menjelaskan bagaimana ia melakukan hal hebat itu.
No. ISBN 9792224726
Penulis Edmund M. Kern
Tanggal terbit November - 2006
Jumlah Halaman 307
Jenis Cover Soft
Dimensi(L x P) 150x230mm
Kategori Psikologi & Pendidikan Anak
Terjemahan ke Bahasa Indonesia
Penerbit
PT GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
Jl. Palmerah Barat 33-37 Lt.2-3
Jakarta 10270
http://www.gramedia.com
Buku baru, masih segel, dan telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Bagi Anda yang ingin memiliki Buku "The Wisdom of Harry Potter" seharga Rp 38.000, dapat memesannya melalui 08389.7746.888 dan belum termasuk ongkos kirim via Tiki. Terima kasih atas perhatiannya.
Artikel Lainnya:
http://www.amazon.com/Wisdom-Harry-Potter-Favorite-Teaches/dp/1591021332
Novell Harry Potter And The Deathly Hallows
Novell Harry Potter and The Half Blood Prince
Buku The Wisdom of Harry Potter
VCD Harry Potter and the Chamber of Secrets (3 disk)
Daftar Film dan Sinopsisnya
Buku Foto-Foto di Tibet
Buku Foto-Foto Tenun Ikat
Simpan Uang atau Emas?